Ujian Nasional Ditiadakan Untuk Sekolah Menengah Atas.

Ujian Nasional (UN) dilakukan serentak di seluruh Indonesia dengan tujuan dapat merata-ratakan seberapa besar tingkat kecedasan siswa-siswi Indonesia. Secara kasat mata mungkin itu benar. Namun setelah ditinjau lebih dalam, ternyata UN bukanlah indikator yang tepat untuk mengukur kemampuan siswa. Kecerdasan atau kemampuan seseorang tidak hanya diukur melalui tes akademik saja dengan mengerjakan soal-soal. Menurut ahli psikologi, kecerdasan terbagi atas tiga aspek yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan intelegensi dan kecerdasan spiritual. Apakah UN dapat mengukur ketiga aspek tersebut? Tentu saja jawabannya tidak
Jika kita melihat penyelenggaraan UN dari tahun ke tahun tidak menampakkan hasil yang memuaskan. Sebagai contoh penyelenggarkan UN tahun 2008. Memang diakui persentase kelulusan tahun 2008 lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Namun tetap saja terjadi berbagai kecurangan di lapangan, seperti bocornya soal UN, pemberitahuan jawaban dari guru ke siswa melalui sms, bahkan pengawas ujian pun ikut membocorkan jawaban. Alhasil, banyak peserta ujian yang lulus bukan karena kemampuannya, tetapi karena mendapat bocoran. Lebih ironis lagi, beberapa peserta UN yang tidak lulus adalah berasal dari kalangan siswa siswi cerdas dan berprestasi. Seperti pengakuan dari seorang siswi SMA yang tidak lulus bernama Dina Maharani. Menurut siswi yang akrab disapa Rani ini , ketidaklulusannya pada UN tahun 2008 karena pada saat UN kondisi kesehatannya kurang baik (sakit) sehingga ia tidak berkonsentrasi penuh dalam menjawab soal, padahal ia adalah salah seorang pelajar berprestasi di sekolahnya.
Dari pengakuan di atas, menggambarkan bahwa UN bukanlah langkah yang tepat untuk mengukur kecerdasan siswa. Untuk apa UN masih tetap diselenggarakan di tahun-tahun berikutnya jika hanya menghasilkan kecurangan dan ketidakadilan? Sungguh hanya membuang-buang biaya saja. Toh juga sangatlah impossible jika hasil belajar selama 3 tahun hanya ditentukan oleh UN yang diselenggarakan hanya 3 hari. Tidakkah sebaiknya UN dihapuskan untuk SD, SMP dan SMA? Kalaupun tidak memungkinkan, saya hanya menyarankan agar penyelenggaraan UN hanya untuk pendidikan 9 tahun. Sebagaimana yang telah dituliskan pada UU Pendidikan Nasional bahwa warga negara Indonesia mengikuti program Wajib Belajar (WaJar) 9 tahun sehingga jika dilogikakan, sepantasnya UN dilaksanakan sampai pada batas pendidikan 9 tahun yaitu sampai tingkat SMP, sedangkan untuk SMA UN ditiadakan.
Di sini, saya tidak hanya memberi argumentasi mengenai UN yang ditiadakan untuk SMA, namun saya pun mencoba memberi solusi yang diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi pemerintah. Menurut pandangan saya, tidak diselenggarakannya UN di SMA, bukan berarti siswa SMA tidak berhak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dikarenakan tidak memiliki ijasah. Bahkan jika memungkinkan, sistem pendidikan SMA di Indonesia diubah.
Beberapa Negara barat seperti Inggris misalnya. Sistem pendidikan di inggris m enjadikan bangku SMA sebagai persiapan sebelum ke universitas. Sistem ini disebut collage. Siswa-siswi yang mengikuti collage dapat menyelesaikan pendidikan SMA mereka sesuai dengan kapasitas kemampuannya. Bahkan siswa yang mampu dapat menyelesaikan bangku SMA hanya dalam 2 tahun bahkan ada yang hanya 6 bulan saja. Sedangkan sistem ujian dilaksanakan ketika siswa tersebut telah menyelesaikan semua kompetensi dasar dengan tuntas. Mengapa Negara Indonesia tidak menerapkan sistem ini untuk SMA? Lagipula, tidak ada ruginya bahkan dapat menghasilkan lulusan berintelektual tinggi serta tentunya tidak ada kecurangan bukan?

0 Response to "Ujian Nasional Ditiadakan Untuk Sekolah Menengah Atas."

Posting Komentar